Transisi
BAZNAS dan Peran Kementeria Agama
M. Fuad Nasar (Kasubdit Pengawasan Lembaga Zakat, Wakil Sekretaris BAZNAS)
Salah satu agenda penting Kementerian Agama menjelang akhir 2014 ialah Seleksi Calon Anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)masa kerja 2015
– 2020. Seleksi secara terbuka dilakukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh Menteri Agamauntuk memilih calon anggota BAZNAS yang berasal dari unsur masyarakat.
Tim Seleksi melibatkan unsur Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) serta organisasi kemasyarakatan Islam.
Proses seleksi meliputi tiga tahap,yaitu seleksi administrasi, seleksi
kapabilitas dan kompetensi serta seleksi wawancara. Dari
proses akhir seleksi yang diumumkan pada 6 Desember 2014 ditetapkan calon anggota BAZNAS dari unsur masyarakat sebanyak
dua kali jumlah yang dibutuhkan, yaitu dua kali delapan orang. Calon anggota BAZNAS dari unsur masyarakat dan calon dari unsur pemerintah
masing-masing satu orang dari Kementerian Agama, Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian Keuangandiajukan oleh Menteri Agama kepada
Presiden untuk ditetapkan sebagai anggota BAZNAS. Khusus calon hasil
seleksi yang berasal dari unsur masyarakat ditetapkan
sebagai anggota BAZNAS setelah mendapat pertimbangan dari DPR-RI.
Keanggotaan BAZNAS dalam komposisi baru sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat diharapkan telah mulai bekerja dalam tahun 2015.
Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS dilengkapi dengan Sekretariat.
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat BAZNAS tertuang dalam
rancangan Peraturan Menteri Agama yang diajukan kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi guna mendapat persetujuan.
Perubahan perundang-undangan pengelolaan zakat dari Undang-Undang No 38 Tahun
1999 ke Undang-Undang No 23 Tahun 2011 membawa perubahan substansial pada
tata kelola zakat nasional. Undang-undang mengukuhkan kedudukan BAZNAS sebagai executing
agency yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
BAZNAS mengalami metamorfosa menjadi lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
Perubahan organisasi dan penguatan peran BAZNAS berimplikasi pada peran yang
selama ini dilakukan oleh Kementerian Agama dalam perzakatan. Peran utama
Kementerian Agama sekarang lebih fokus sebagai “regulator” yang melaksanakan
fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota serta LAZ. Peran Kementerian Agama dalam pengaturan dan pengawasan
pengelolaan zakat adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengelolaan
zakat nasional. Fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan dan
pertanggungjawaban pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh BAZNAS tidak akan
mencapai hasil maksimal apabila fungsi pengawasan tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Penulis selaku perwakilan pemerintah pada Badan Pelaksana BAZNAS periode
sekarang ini, bersama Dr. Irfan Syauqi Beik sebagai staf khusus BAZNAS sampai
pertengahan 2014, memiliki kesepahaman dalam melihat urgensi dan graduasi
penataan fungsi pengaturan dan pengawasan zakat. Dalam kaitan itu tugas dan
fungsi direktorat yang menangani zakat di Kementerian Agama tidak boleh overlapping dengan
tugas dan fungsi BAZNAS. Begitupula BAZNAS tidak boleh melakukan peran yang
beririsan dengan peran utama Kementerian Agama selaku regulator.Oleh karena itu
spirit regulasi pengelolaan zakat perlu dipahami oleh anggota komisioner BAZNAS
yang terpilih.
Penataan tugas dan fungsi Direktorat Pemberdayaan Zakat menjadi agenda
perubahan dalam periode lima tahun ini. Perizinanlembaga pengelola zakat, audit
syariah dan pengawasan kepatuhan harus tertampung di dalam tugas pokok dan
fungsi direktorat. Dalam kaitan ini muncul wacana perubahan nomenklatur Direktorat
Pemberdayaan Zakat menjadi “Direktorat Pengaturan dan Pengawasan Zakat”.
Sabtu 29 November 2014 surat kabar Republika menurunkan
tulisan opini berjudul “Transisi Kepemimpinan Baznas” oleh
Irfan Syauqi Beik, pengamat zakat IPB. Dalam artikelnya Irfan Syauqi Beik
menulis, “Pada masa inilah penataan pola hubungan baru dengan
pemerintah dimulai, terutama Kemenag. Pola ini antara lain terkait penganggaran
dan pembagian tugas antara Baznas dan Kemenag supaya tidak tumpang-tindih.” Menurut
Irfan,“Dari sisi anggaran saatnya Baznas mendapat anggaran mandiri, terpisah
dari bantuan Kemenag.” Sedangkan, “Dari sisi tugas, sudah
saatnya mandat pengelolaan zakat nasional kepada Baznas diikuti perubahan
paradigma pemerintah, khususnya Kemenag. Implikasinya, Direktorat Pemberdayaan
Zakat hendaknya bermetamorfosis menjadi Direktorat Pengaturan dan Pengawasan
Zakat.”
Perubahan nomenklatur direktorat zakat bukan hal pertama di Kementerian Agama.
Tahun 2001 untuk pertama kalinya dibentuk Direktorat Pengembangan Zakat dan
Wakaf berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No 1 Tahun 2001. Direktorat
Pengembangan Zakat dan Wakaf yang lahir di masa Menteri Agama KH Muhammad
Tholhah Hasan menjalankan fungsi sebagai fasilitator, koordinator, motivator
dan regulator pengelolaan zakat dan wakaf.
Sejak 2006 di masa Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, Direktorat
Pengembangan Zakat dan Wakaf dipisah menjadi dua direktorat, yaitu Direktorat
Pemberdayaan Zakat dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf berdasarkan
Peraturan Menteri Agama RI No 3 Tahun 2006. “Pemisahan ini dimaksudkan agar
penanganan dan pembinaan zakat dapat lebih tertangani dengan baik.” ungkap
Menteri Agama ketika melantik Direktur Pemberdayaan Zakat Drs. H. Tulus yang
sebelumya menjabat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf.
Dalam struktur yang ada sekarang Direktorat Pemberdayaan Zakat berdasarkan
Peraturan Menteri Agama RI No 10 Tahun 2010mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis serta
evaluasi di bidang pemberdayaan zakat.Direktorat Pemberdayaan Zakat
menyelenggarakan fungsi, yaitu: perumusan kebijakan di bidang sistem informasi
dan penyuluhan zakat, serta pemberdayaan dan pengawasan lembaga zakat; (a)
pelaksanaan kebijakan di bidang sistem informasi dan penyuluhan zakat, serta
pemberdayaan dan pengawasan lembaga zakat;(b) penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang sistem informasi dan penyuluhan zakat, serta
pemberdayaan dan pengawasan lembaga zakat; (c) pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang sistem informasi dan penyuluhan zakat, serta pemberdayaan
dan pengawasan lembaga zakat; dan (d) pelaksanaan urusan tata usaha dan
rumahtangga direktorat.Direktorat Pemberdayaan Zakat terdiri dari empat Sub
Direktorat, yaitu Subdit Sistem Informasi Zakat, Subdit Penyuluhan Zakat,
Subdit Pemberdayaan Lembaga Zakat, dan Subdit Pengawasan Lembaga
Zakat.
Nah, ke depan Kementerian Agama diharapkan fokusmenangani aspek pengembangan
regulasi, proses perizinan lembaga zakat, audit syariah dan law enforcement dalam
pengawasanlembaga pengelola zakat. Sedangkan tugas-tugas teknis pengembangan
sistem informasi, penyuluhan dan pemberdayaan lembaga zakat sangat mungkin
dialihkan menjadi tugas BAZNAS. Namun tentu saja pelaksanaan tugas-tugas BAZNAS
di luar tugas keamilan memerlukan dukungan anggaran yang memadai dari APBN dan
ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Selama ini BAZNAS mendapat anggaran
operasional dalam bentuk bantuan sosial melalui anggaran Kementerian Agama.
Dalam pola hubungan baru di bidang anggaran, Sekretariat BAZNAS diusulkan
menjadi unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, sehingga dapat mengajukan anggaran, mengelola dan
mempertanggungjawabkannya sesuai aturan.
Perubahan menjadi keniscayaan agar pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan
berjalan efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Jika tidak ada
inovasi sejalan dengan “revolusi mental” (revolusi jiwa) yang menjadi spirit
pemerintahan dewasa ini, dikhawatirkan peran pemerintah dalam mengawal mandat
pengelolaan zakat nasional akan kehilangan momentum.
Penulis memandang peran utama Kementerian Agama dalam pengaturan dan pengawasan
pengelolaan zakat menempatkan kementerian ini dalam posisi sentral yang
menentukan. Tidak dapat dipungkiri Kementerian Agama merupakan pemegang
otoritas untuk mengawasi dan menindak setiap pelanggaran dalam pengelolaan
zakat, baik pelanggaran kepatuhan terhadap regulasi maupun pelanggaran
ketentuan syariah. Peran Kementerian Agamadalam mengawal mandat perzakatan
adalah mirip dengan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sektor perbankan.
Reposisi peran Kementerian Agama sangat dinanti sebagai langkah mewujudkan
pengelolaan zakat yang amanah, transparan, akuntabel dan bermanfaat bagi umat.
Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh Ketua Umum BAZNAS Prof.
Dr. KH Didin Hafidhuddin bahwa dengan perubahan Undang-Undang Pengelolaan
Zakat, paradigma berpikir kita dalam melaksanakan undang-undang juga harus
berubah. Wallahu a’lam bisshawab.

