A. Pengertian nikah sirri
Nikah siri atau juga disebut dengan nikah bawah tangan ini cukup banyak diperbincangkan sehingga terdapat berbagai pendapat mengenai nikah siri. Pendapat pertama yaitu nikah siri adalah nikah sembunyi-sembunyi, padahal menurut ajaran agama Islam, Rasulullah memerintahkan “awlim walau bi syatin” (umumkanlah pernikahanmu walau kau hanya memotong seekor anak domba kecil), menikah siri adalah menikah yang tidak dicatat di KUA, padahal dalam ajaran Islam menaati Allah, Rasul dan Pemerintah adalah suatu kewajiban. Pendapat kedua, nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor KUA bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam.
Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari ( psikiater & Ulama
) berpendapat bahwa “Telah terjadi upaya mengakali pernikahan dari
sebuah prosesi agung menjadi sekedar ajang untuk memuaskan hawa nafsu
manusia”,ia menilai pernikahan siri saat ini banyak dilakukan sebagai
upaya legalisasi perselingkuhan atau menikah lagi untuk yang kedua kali
atau lebih, sehingga menurutnya pernikahan siri ini tidak sah. .
Dari tiga pendapat tentang nikah siri tersebut maka dapat didefinisikan bahwa nikah siri saat ini adalah nikah yang dalam prakteknya tidak dilaksanakan sebagaimana diajarkan dalam agama Islam yang mana harus turut mematuhi peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu setelah menikah secara agama atau adat harus pula dilakukan pencatatan di catatan sipil atau KUA sebagaimana telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan sebagaimana disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991) pasal 17 (1), sehingga saat ini nikah siri menjadi suatu pernikahan yang tidak sah secara agama maupun hukum di Indonesia.
Dari tiga pendapat tentang nikah siri tersebut maka dapat didefinisikan bahwa nikah siri saat ini adalah nikah yang dalam prakteknya tidak dilaksanakan sebagaimana diajarkan dalam agama Islam yang mana harus turut mematuhi peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu setelah menikah secara agama atau adat harus pula dilakukan pencatatan di catatan sipil atau KUA sebagaimana telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan sebagaimana disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991) pasal 17 (1), sehingga saat ini nikah siri menjadi suatu pernikahan yang tidak sah secara agama maupun hukum di Indonesia.
Alasan dari
definisi tersebut adalah suatu pernikahan seperti nikah siri ini akan
tetap sah kedudukannya bila dilaksanakan sesuai rukun dan syarat
sahnya, sebab lain halnya jika sampai saat ini hukum yang berlaku di
Indonesia hanya hukum Islam yang ada, maka bagi siapapun yang menikah
siri tidak akan mengalami kesulitan, karena tidak perlu diadakan
pencatatan. Berhubung saat ini telah berlangsung ketentuan pemerintah
yang juga telah disepakati oleh masyarakatnya, maka ketentuan tersebut
wajib ditaati oleh masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maju dalam
suatu negara hukum.
B. Hukum Nikah Sirri
Pernikahan sirri atau pernikahan tanpa pencatatan baik nikah
tunggal maupun karena poligami, adalah pernikahan yang illegal, Ini
terjadi disebabkan kurangnya pemahaman hukum dan minimnya kesadaran
hukum dari sebagian masyarakat akan pentingnya pencatatan perkawinan
mereka. Pernikahan di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum.
pernikahan sirri merupakan perbuatan hukum yang tidak mempunyai
kekuatan hukum dalam sebuah Negara hukum bernama Indonesia. Oleh sebab
itu masyarakat Islam Indonesia harus menghindari praktek perkawinan di
bawah tangan atau nikah sirri.
C. Hukum Nikah Sirri Menurut Ulama
1. Ulama klasik
Pernikahan yang dirahasiakan, menurut Imam Malik hukumnya batal. Sebab pernikahan wajib diumumkan kepada masyarakat luas. Sedang Imam Syafi’i dan Abu Hanifah menilai, nikah sirri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan.
2. Ulama Kontemporer
Sementara terkait nikah sirri, memang benar bahwa nikah tersebut pada
dasarnya secara agama sah. Namun, pelarangan di sini juga tidak serta
merta salah jika didasarkan pada kemaslahatan dan mudharat (bahaya)
yang ada. Ini juga didukung oleh sejumlah dalil. DR. Yusuf al-Qardhawi
menyebutkan, "Jika pada sesuatu yang diperbolehkan terkandung hal-hal
yang membahayakan manusia atau sebagian besar mereka, maka wajib
dilarang (bersifat kondisional). Sebab Nabi saw bersabda, "Tidak boleh
menimbulkan bahaya baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Misalnya
Umar Ibn al-Khattab pernah melarang lelaki muslim menikahi wanita ahlul
kitab karena menimbulkan fitnah dan mudharat bagi wanita muslimah. Juga
disebutkan beliau pernah melarang pemberian zakat kepada muallaf
karena salah fungsi dsb.
4. Majelis Ulama Indonesia
MUI tidak mengenal istilah nikah sirria tau nikah kontrak. Selama ini.
MUI mengunakan nikah istilah pernikahan dibawah tangan untuksetiap
pernikahan yang tidak di catat di KUA.". pada tahun 2005, para ulama MUI
sudad memutuskan pendapat mengenai pernikahan di bawa tangan. Menurut
para ulama, pernikahan tersebut sah apabila telah memenuhi syarat dan
rukun menikah, seperti yang diatur dalam agama Islam Dan penikahan model
ini bisa menjadi haram jika menimbulkan korban..
5. Nahdlatul ulama
Nikah sirri dikenal muncul setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan
selain harus dilakukan menurut ketentuan agama juga harus dicatatkan.
Menurut Zamhari, pernikahan sirri biasanya terjadi untuk nikah kedua
dan seterusnya, karena untuk mendapatkan izin dari isteri pertama
sangat sulit. "Pernikahan seperti ini jelas tidak punya kepastian hukum
atau tidak punya kekuatan hukum yang paling dirugikan adalah wanita,"
ujarnya.
6. Muhammadiyah
Nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat menurut hukum islam telah terpenuhi syarat yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi rukunnya yang mana rukun pernikahan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah namun rukun ini merupakan pendapat para ulama yaitu, adanya mempelai laki-laki, mempelai perempuan wali (HR. Baihaqi), saksi (HR. Tirmidzi)., dan ijab qabul pernikahan seperti ini sah menurut agama. Artinya nikah sirri yang ada dalam masyarakat ini tidak dilakaukan secara sirri yang berarti sembunyi, sedangakan menurut pandangan Muhammadiyah nikah sirri yang saat ini terjadi dalam masyarakat adalah nikah yang telah memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah setempat. Nikah seperti ini yang umum dilakukan di indonesia disebut sebagai nikah sirri, menurut pandangan para tokoh muhammadiyah pernikahn seperti ini tidak sah karena nikah sirri ini hanya bertumpu pada syariat semata tanpa mempedulikan ketentuan yang lain yaitu aturan yang dibuat oleh pemerintah yang mana pemerintah disini sebagai ”ulil amri” (An-Nisa [4]: 59), yang mana menurut aturan nikah sah sesuai dengan Undang-Undang No. l Tahun 1974. Dalam hal ini pencatatan nikah diperlukan sebagaimana terdapat dalam ayat yang berisiakan pencatatan utang piutang (QS. Al-Baqarah : 282), dalam tujuan pernikahan juga dibutuhkan sebagaimana dalam (QS. Ar-Rum [30]:21). Namun dalam pernikahan sirri lebih banyak mudharatnya dan tidak terpenuhi dari tujuan pernikahan tersebut, sehingga para tokoh muhammadiyah menolak nikah sirri dan enganggap nikah tersebut tidak sah bersarkan ketentuan tersebut.
________________________________________________
Written by : azang kecil

