Pada malam itu, Fatimah
bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Fatimah segera pergi
meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun.
Saat berjalan di suatu
jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Saat menyusuri sebuah
jalan, ia melewati sebuah Rumah Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan.
Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik Rumah Makan
melihat Fatimah berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalu bertanya, “Adik,
apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Fatimah
dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku
akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku
akan menghidangkannya untukmu.”
Tidak lama kemudian,
pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Fatimah
segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada
apa Adik?” tanya pemilik Rumah Makan.
“Tidak apa-apa. Aku
hanya terharu,” jawab Fatimah sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang
baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah
bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan
kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli
denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik
Rumah Makan.
Pemilik Rumah Makan
itu setelah mendengar perkataan Fatimah, menarik napas panjang, dan berkata, “Adik,
mengapa kau berpikir seperti itu?. Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu
sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat
kau masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya?
Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Fatimah terhenyak
mendengar hal tersebut.
“Mengapa aku tidak
berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal
aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan
untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepedulianku
kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”
Fatimah menghabiskan
nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke
rumahnya.
Sambil berjalan ke
rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya,
ia memutuskan untuk mengatakan, “Ibu,maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah.”
Begitu sampai di depan
pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas, karena telah mencarinya
ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Fatimah, kalimat pertama yang keluar
dari mulut ibunya, “Fatimah, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam
untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera mamakannya.”
Fatimah sangat terharu
melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air
matanya dan ia menangis di hadapan ibunya.
Sekali waktu, mungkin
kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu
pertolongan kecil yang diberikannya kepada kita. Tetapi, kepada orang yang
sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, pernahkah kita berpikir
untuk berterima kasih kepada mereka yang telah merawat, membesarkan, mendidik
dan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita ???
Semoga bermanfaat….!
_________________________________________________________________
Oleh : H.Abdullah Najib
.jpg)
