قال رب
أوزعني أن أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى والدي وأن أعمل صالحا ترضه وأصلح لي في
ذريتي إني تبت إليك وإني من المسلمين (الأ حقاف:15)
“Ya
Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, serta untuk mengerjakan amal
sholeh yang Engaku ridhoi, berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan
kepada anak-cucuku. Sungguh aku bertobat kepada-Mu, dan sesungguhnya aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri.” al-Ahqaf (QS 46:15)
Ayat di atas adalah do’a kesadaran akan hakikat hidup yang
diajarkan Allah kepada manusia bila mencapai umur 40-an tahun. Inilah do’a
sarat makna yang penuh keterbukaan dan kesadaran akan peran masa
lalu (orang tua), masa kini (diri kita sendiri), dan harapan masa depan
(anak-cucu). Inilah do’a keselamatan setelah menjalani hidup hingga cukup bekal
pengalaman serta berkesempatan untuk menata ulang setelah melihat tantangan
proyeksi dirinya di masa depan. Inilah do’a penuh permohonan, penuh kesyukuran,
dan penuh pertobatan yang perlu dilantunkan secara khusyuk, intim, dan sepenuh
jiwa oleh siapa pun yang punya kesadaran akan umur, posisi, peran, peluang,
serta hakikat kehidupannya.
Sungguh ketika seseorang menapaki usia yang ke-40 telah
sampailah ia pada fase kearifan hidup. Puncak fase fisik sudah dilampauinya,
simpang jalan kehidupan sudah diketahuinya, derita dan bahagia sudah
dialaminya, serta jalur, rambu, dan lapis-lapis kehidupan sudah transparan bagi
mata batinnya. Pada usia ini, seseorang sudah bisa mengukur secara tepat
kekuatan dan kelemahan dirinya, tinggallah kemudian mana pilihan jalan yang
akan diteruskanya. Persoalan kehidupan sudah semakin kelihatan berat dan bukan
lagi fase fisik, bukan lagi fase coba-coba, melainkan fase kearifan hidup.
Ahli tafsir ada yang menyebutkan bahwa do’a seperti pada
ayat di atas diucapkan oleh Abu Bakar As-Shidiq ra ketika kedua orangtuanya
menyatakan masuk Islam. Dan, do’a itu masih dilantunkannya setiap hari hingga
seluruh anggota keluarga Abu Bakar yang lain masuk Islam. Sedangkan oleh Talhah
bin Masyraf kepada Abu Ma’syar ketika dia mengadukan kenakalan anaknya agar
anaknya menjadi orang-orang sholeh dan sholehah.
Dua
kata kunci pada do’a ini adalah ‘syukur’ dan ‘taubat’. Hakikat syukur adalah
penegasan pengakuan diri akan nikmat yang telah diterimanya serta ungkapan rasa
terima kasih kepada Allah atas segala kebaikan-Nya. Sementara inti tobat adalah
saling ‘berbuat kebaikan’ antara manusia dengan Allah. Dimulai dari manusia
yang ‘berbuat kebaikan’ dengan penyesalan kemudian dibalas oleh Allah ‘berbuat
kebaikan’ dengan pengampunan dan pemberian rahmat-Nya serta manusia bertobat
lantas Allah mengampuninya. Inilah hubungan mesra dan bermakna hakiki antara
mahluk dan kholik.
Di zaman yang serba mengkhawatirkan seperti sekarang ini,
ketika tantangan dan godaan hidup tidak lagi ringan, sudah selayaknya kita
lakukan ikhtiar batin dengan berdo’a dan munajat selain ikhtiar lahir dengan
fisik dan pikiran.
Insya Allah dengan laku syukur dan laku taubat, seluruh
keluarga kita bisa selamat meniti jalan kehidupan, menapak duniawi sehingga
bisa mencapai khusunul khotimah. Amin. Pada akhirnya, mari bersama kita
renungkan perjalanan kita di persinggahan ini. Hari berganti hari.
Berganti hari, berarti kian dekat pada saat akhir hidup kita. Di dunia ini kita
hanya mampir. Bukankah sudah banyak orang yang hidup sebelum kita, yang kini
mereka kembali ke asal, menjadi tulang belulang.
Di depan kita, sudah banyak generasi muda yang kini hidup
untuk menggantikan kita. Lalu kita mau ke mana, mau ke mana, kita pasti mati,
mati adalah tempat mutasi kita yang terakhir. Kita pasti akan
mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan. Sebanyak apa pun harta yang
kita miliki tak akan bisa menolak kematian kita. Sehebat apa pun kekuasaan yang
kita genggam, tak akan bisa menghalau kematian walau satu detik, walau kita
kuat dan perkasa.
___________________________________________________________
Written by : Azang kecil
