Seorang Muslim Pantang Sia-siakan Waktu
DALAM tradisi
masyarakat Barat waktu adalah uang. Sementara bagi bangsa Arab, waktu adalah
pedang. Semua itu menunjukkan secara pasti bahwa waktu sangat berharga. Siapa
kehilangan waktu maka sungguh ia tak kan pernah mampu mendapatkannya kembali.
Maka sungguh aneh jika kemudian masih banyak di antara kita yang
menyia-nyiakan waktu. Kalau kita melihat, misalnya seseorang yang setiap
harinya membakar uang – meski sedikit -, tentu kita akan menganggapnya orang
bodoh dan tidak layak memiliki harta.
Lantas, bagaimana tanggapan kita terhadap orang yang suka menghabiskan
waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, tentu lebih bodoh dari orang yang
membakar uangnya sendiri. Sebab, harta dapat diganti, sedangkan umur bila sudah
berlalu, tak mungkin kembali lagi. Pepatah berkata, “Hari kemarin yang baru
saja berlalu, tak ada orang yang dapat mengembalikannya”.
Oleh karena itu, kita mestinya segera sadar bahwa hidup ini selalu berpacu
dengan waktu. Amat sayang jika ada waktu kita lalui tanpa bisa memanfaatkannya
dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini kita patut merenungi ungkapan yang disampaikan oleh seorang
sahabat Nabi, Ibn Mas’ud Radhiyallahu anhu.  “Aku tidak pernah
menyesali sesuatu seperti aku menyesali hari yang mataharinya sudah terbenam,
sedang umurku berkurang dan amalku tidak bertambah.”
Terkait dengan pemanfaatan waktu Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam
bersabda, “Ketika suatu kaum duduk dalam suatu majlis dan tidak ingat
Allah, kelak mereka akan menyesal. Dan ketika seseorang berjalan pada suatu
perjalanan tidak juga ingat kepada Allah, mereka pun kelak akan menyesal
(merugi). Dan, ketika seseorang berbaring di kasurnya dan tidak berdzikir
kepada Allah, ia pasti akan menyesal.” (HR. Ahmad).
Pemanfaatan Waktu Para Ulama
Kepada siapa kita akan mencontoh pemanfaatan waktu terbaik? Kepada siapa
lagi jika tidak kepada para Nabi, sahabat, dan tentunya para ulama.
Mari sedikit luangkan waktu untuk melihat secara lebih dekat beberapa hasil
karya tulis ulama terdahulu. Mereka mampu menulis kitab sedemikian banyak
dengan bahasan yang sangat lengkap.
Jika diukur menggunakan rasio, jelas umur mereka tidak cukup untuk menulis
buku sebanyak itu. Tetapi fakta telah berbicara bahwa pendeknya umur tak
membuat mereka gagal melahirkan karya besar yang sebenarnya sangat membutuhkan
umur panjang.
Imam Bukhari 16 tahun berjalan mengumpulkan hadits Nabi dengan tidak
melewatkan penulisan satu haditspun kecuali diawali dengan sholat dua raka’at.
Fakhruddin Al-Razi menulis tidak kurang dari 120 judul buku dalam berbagai
macam bidang kajian ilmu. Demikian pula dengan Imam Ghazali, Ibn Khaldun dan
ulama-ulama lainnya.
Sungguh benar-benar sangat mengagumkan. Padahal zaman itu belum ada alat
percetakan dan komputer seperti sekarang. Lantas, mengapa mereka mampu? Tidak
lain karena dorangan iman mereka yang selalu mendorong segenap daya dan upaya
untuk memanfaatkan umur mereka detik demi detik dengan amal, karya dan bakti.
Bahkan beberapa sangat cermat dalam memilih makanan hanya karena persoalan
waktu. Seperti diceritakan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya misalnya, Dawud
Ath-Thusi lebih suka minum “fatit” (sop roti) daripada makan roti.
Ketika ditanya alasannya, beliau menjawab, “Perbedaan waktu untuk mengunyah
roti dan minum sop roti itu cukup untuk membaca lima puluh ayat suci
al-Qur’an”.
Subhanallah, betapa sangat luar biasanya para ulama terdahulu dalam
memanfaatkan waktu. Dengan demikian, sudah sepatutnya, kita umat Islam akhir
zaman mencontoh apa yang telah ditauladankan para ulama. Jadi, jangan banyak
buang waktu dengan urusan sia-sia apalagi mengundang murka Allah Ta’ala.
Bagaimana dengan kita?
Kita sungguh sudah dikelilingi oleh berbagai macam fasilitas teknologi yang
sangat mungkin bisa menambah berkah dan pahala dalam keseharian kita. Misalnya,
ketika di dalam mobil, sangat baik jika kita mendengarkan murottal, ceramah
atau paling tidak mendengarkan nasyd Islami. Atau terus berdzikir dalam hati.
Seandainya saja itu berhasil kita lakukan itu secara konsisten, misalnya
mendengarkan ceramah satu jam setiap dalam perjalanan dengan mobil. Maka dalam
setahun kita telah mendengar 200 ceramah. Artinya, kita telah berhasil
memanfaatkan 200 jam dari umur kita untuk kebaikan.
Dengan begitu, iman dan ilmu kita akan terus bertambah pada waktu dan
tempat dimana kebanyakan orang lain lalai memanfaatkannya.
Bahkan ketika kita sedang berinternet sekalipun, katakanlah membuka
facebook, maka buatlah status yang bisa memotivasi diri dan orang lain lebih
bersemangat dalam belajar, beribadah, berdakwah dan beramal. Jangan gunakan
facebook hanya sekedar alat hiburan yang kadang kala justru merenggut waktu
kita.
Tetapi, kita kan juga butuh hiburan? Ya, silakan berhibur, tetapi tetap
yang tidak melalaikan. Syukur-syukur mengambil hiburan yang bisa menambah
wawawan, kecerdasan dan keimanan. Taruhlah seperti berhibur ke masjid
bersejarah, pondok pesantren, atau pun museum dan perpustakaan.
Prinsipnya sangat sederhana, silakan manfaatkan waktu kita untuk apa saja
yang penting jangan sampai sia-sia apalagi mengundang murka Allah Ta’ala. Di
dalam al-Qur’an Allah telah memberikan panduan agar waktu kita digunakan untuk
menguatkan iman, memperbanyak amal sholeh, dan saling memotivasi dalam
kebenaran dan kesabaran. Jika itu tidak kita lakukan, maka kerugian akan datang
menimpa.
Written by : H. Abdullah Najib
 
 
    