Iلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ
تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ
بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى
أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ (أَمَّا بَعْدُ) فَقَالَ تَعَالَى وما أمروا الاليعبدوا الله
مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلوة ويؤتوا الزكوة وذلك دين القيمة
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tidak henti-hentinya, kami mengajak pada Jamaah sekalian untuk memanjatkan
puji syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT, karena Allahlah telah
yang memberi kita karunia dan nikmat yang sangat besar. Karunia dan
nikmat itu ialah umur yang panjang, kesehatan, dan kesempatan yang lapang
sehingga kita semua bisa hadir di sini untuk mendirikan shalat Jumat berjamaah.
Karena ada saudara –
saudara kita yang juga diberikan Karunia dan nikmat
umur yang panjang, kesehatan, tapi
tidak ada kesempatan hadir di sini untuk mendirikan
shalat Jumat .
Oleh sebab itu ,
sebagai salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap semua nikmat Allah ini
tidak bosan-bosannya pula, khatib menyerukan agar tidak ada jemaah yang sampai
tertidur atau berbicara satu sama lainnya ketika khutbah Jumat sedang
dibacakan, hal ini agar kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran lain
yang bermanfaat
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Apa yang hendak saya sampaikan pada khutbah kali ini sebenarnya
berasal dari satu pertanyaan asasi. Manakah sebenarnya yang lebih dulu ada di
dunia ini, kegegelapan lantas disusul dengan terang. Ataukah terang yang
kemudian dinodai dengan kegegelapan?
Dalam sebuah hadits sahabat
Ali Karaamallhu Wajhah berkata :
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَوْلَا خَمْسَ خِصَالٍ لَصَارَ
النَّاسُ كُلُّهُمْ صَالِحِيْنَ اَوَّلُهَا اَلْقَنَاعَة ُبِالجَهْلِ وَالْحِرْصُ
عَلَى الدُّنْيَا وَالشُّحُّ بِالْفَضْلِ وَالرِّياَ فِى الْعَمَلِ وَالْإعْجَابُ
بِالرّأيِ
“andaikan tidak ada lima keburukan didunia
ini, tentunya manusia menjadi orang saleh semua. Kelima keburukan itu adalah 1)
merasa senang dengan kebodohan. 2) tamak dengan dunia. 3) bakhil dengan
kelebihan harta. 4) riya’ dalam beramal dan 5) membanggakan diri”. Demikian
keterangan Sayyidina Ali tentang lima hal yang merusak susunan masyarakat
muslim sehingga terjebaklah mereka dalam kenistaan.
Pertama, merasa senang
dengan kebodohan, artinya
adalah membiarkan diri bahkan merasa nyaman dengan ketidak tahuan dalam masalah
agama. Sebagaimana banyak terjadi pada muslim masa kini yang tiap harinya
disibukkan dengan urusan duniawiyah dan
bermacam pekerjaan demi mencapai cita-citanya. Sedangkan masalah ke-islaman
cukup dipasrahkan saja kepada para ustadz yang dipanggil ketika dibutuhkan.
Entah untuk berdoa, untuk ditanya ataupun sekedar dijadikan teman curhatnya.
Tidak ada dalam dirinya
keinginan belajar dengan sungguh-sungguh apa itu Islam dan bagaimana seharusnya
menjadi muslim yang baik. Tidak pernah ingin tahu cara shalat dan wudhu yang
benar. Mereka sudah puas dengan pengetahuan yang didapatnya dari teman atupun
dari meniru tetangga. Paling-paling belajar keislamannya didapat dari tayangan
televisi pada kuliah subuh dan dalam broadcast- broadcast semacamnya.
Memang itu tidak salah, tapi
semua itu menunjukkan ketidak seriusan keislaman mereka dibandingkan dengan
keseriusannya belajar ilmu pengetahuan atupun kesibukannya mengurus berbagai
urusan dunia. Padahal Rasulullah saw sudah mengingatkan :
اللهُ يَبْغَضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ )رواه الحاكم (
Allah membenci orang
yang pandai dalam urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat.
Ma’asyiral Mukminin
Rahimakumullah
Kedua, tamak
dengan dunia dan ketiga bakhil dengan kelebihan harta, keduanya
merupakan pasangan yang selalu terkait bagaikan dua sisi mata uang yang tak
terpisahkan. Karena siapapun yang tamak dan merasa kurang dengan berbagai
kepemilikan hartanya pastilah dia akan berlaku bakhil dan sangat sayang dengan
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Dalam kesempaatan lain
Rasulullah saw pernah menyinggung tentang ketamakan. Beliau berkata yang
artinya bahwa mencintai harta adalah sumber segala kecelakaan dan keburukan.
Baik keburukan fisik maupun mental. Mari kita bersama-sama berintropeksi diri
mengapa diri ini seringkali masuk angin gara-gara terlalu sering di jalan demi
mengejar satu pekerjaan. Betapa para pebisnis itu sering kali keuar masuk rumah
sakit berganti-ganti penyakit karena komplikasi yang disebabkan kurangnya
perhatian dalam mengurus diri dan lebih suka mengejar materi. Meskipun ini bukanlah
hukum universal yang dapat diterapkan pada semua orang, tetapi minimal menjadi
pelajaan bagi kita yang mengerti. Betapa kecintaan dan ketamakan dunia selalu
membawa petaka. Rasulullah saw pernah bersabda:
الزّهْدُ فِى الدُّنْيَا يُرِيْحُ الْقَلْبَ وَالبَدَنَ
وَالرُّغْبَةُ فِيْهَا تُتْعِبُ اْلقَلبَ وَاْلبَدَنَ )رواه الطبرانى (
Zuhud (tidak suka) dunia sangat menyenangkan hati dan badan.
Sedangkan cinta dunia sangat melelahkan hati dan badan.
Demikianlah bahwa kebakhilan
ataupun kepelitan merupakan dampak sistemik yang tidak terhindarkan dari
ketamakan dunia. Dan kebakhilan pasti akan menjauhkan seseorang dari Allah,
surga dan sesama manusia. Itu artinya kesalehan bagi orang yang bakhil adalah
angan-angan belaka. Dan jikalau ada keselahan di sana pastilah itu hanya
kesalehan yang semu.
Para Jama’ah yang Dirahmati
Allah
Keempat, riya dalam
beramal. Riya’
adalah pamer yaitu melakukan satu amal ibadah (agama) dengan maksud mendapatkan
pujian dari manusia. Atau dengan bahasa yang agak kasar riya dapat juga
dikatakan dengan mengharapkan nilai dunia dengan pekerjaan akhirat. Rasulullah
saw menegaskan bahwa riya termasuk dalam kategori syirik kecil (as-syirikul
asyghar) dalam salah satu sabdanya “sesungguhnya sesuatu yang sangat saya khawatirkan atas
dirimu adalah syirik kecil, yaitu riya” (HR.Ahmad).
Disebut demikian karena
perwujudan riya yang sangat halus dan tidak kentara. Adanya hanya dalam hati.
Tidak ketahuan di dalam tindakan diri. Para sufi mengibaratkan halusnya riya
seperti semut hitam yang merayap di atas batu keras warna hitam di tengah pekat
malam. Begitu halusnya riya hingga seringkali mereka yang terjangkit penyakit
ini seringkali tidak sadar.
Fudhail bin Iyadh seorang sufi
pernah mencoba menjabakan tentang riya dengan bahasa keseharian katanya: ”jika
datang seorang pejabat kepadaku, kemudian aku merapikan jenggotku dengan kedua
belah tanganku, maka aku benar-benar merasa khawatir kalau dicatat dalam
kategori orang-orang munafik”
Demikianlah hendaknya segala
apa yang dilakukan manusia disandarkan kepada Allah swt. Tidak hanya semata
mempertimbangkan kepentingan manusia. Apalagi jika berhubungan dengan amal
ibadah murni seperti shalat, baca al-qur’an, zakat dan lainnya maka Allah swt
mengancam mereka yang mendustainya dengan neraka Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُلِّ مُرَاءٍ
Sesungguhnya Allah swt
mengharamkan surga bagi orang yang riya.
Dan kelima, adalah ujub
atau membanggakan diri. Yaitu
merasa diri paling sempurna dibandingkan dengan yang lain. Ketidak bolehan
perasaan ujub ini dikhawatirkan pada lahirnya kesombongan, dan kesombongan itu
sendiri merupakan sifat Allah yang tidak boleh ada dalam diri manusia.
Demikianlah lima hal yang
menurut Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah dapat menghalangi seseorang menjadai
seorang yang saleh.
Demikianlah
khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang
mendalam, bagi kita semua amin.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ
وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ
مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ
وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ
فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ