9
ALTERNATIF SOLUSI UNTUK KUA
Jakarta, bimasislam— Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen
Bimas Islam) terus berupaya melakukan perbaikan dalam peningkatan kualitas
layanan publik, salah satunya kualitas layanan publik pada Kantor Urusan Agama
(KUA) sebagai perpanjangan tangan Kemenag di tingkat kecamatan.
Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama juga telah memetakan kondisi obyektif dan sejumlah
penyimpangan yang masih terjadi di sejumlah KUA saat ini. Menurut Inspektur
Jenderal Kemenag, Moch. Jasin, terdapat sepuluh permasalahan KUA secara
kondisional, dan 16 penyimpangan yang perlu segera dibenahi. Saat
menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bimas Islam di
hotel Mercure, Jakarta, Jumat (29/05), Jasin mengatakan secara kondisional
terdapat sepuluh permasalahan pada sejumlah KUA di Indonesia. Kondisi tersebut
misalnya, selain kurangnya sarana prasarana seperti kendaraan operasional,
aliran listrik, dan sebagainya, juga masih terdapat sejumlah gedung KUA yang
berdiri di atas tanah wakaf atau lahan milik Pemda.
Selain itu, dikatakan Jasin, kondisi geografis di beberapa daerah juga
turut menghambat sejumlah KUA untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Mantan pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga mencatat 16 penyimpangan yang masih
terjadi di sejumlah KUA, antara lain kebiasaan sebagian masyarakat yang masih
belum terbiasa bertransaksi di bank, sehingga memilih untuk menitipkan setoran
biaya nikah kepada pegawai KUA. Selain itu, Jasin melanjutkan, sebagian KUA
masih ada yang belum melakukan sosialisasi terkait biaya nikah melalui media
banner, spanduk, dan semacamnya. Merespon kondisi tersebut, kata Jasin,
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama memberikan sembilan alternatif solusi
bagi KUA menuju layanan bebas gratifikasi.
Kesembilan alternatif solusi itu adalah:
(1) Jabatan Kepala KUA tidak merupakan jabatan struktural, tetapi
ditetapkan seperti Kepala Madrasah;
(2) Membuat standar minimum gedung KUA, balai nikah, dan sarana
prasarananya;
(3) Pemerataan SDM KUA, sesuai dengan jumlah peristiwa Nikah Rujuk N/R;
(4)
Perlunya penataan Barang Milik Negara (BMN) di KUA, baik gedung maupun
kendaraan dinas yang masih berplat nomor Jakarta;
(5) Perlunya pembedaan formulir antara pernikahan yang dilaksanakan di
kantor dan di luar kantor. Kemudian, sambung
Jasin, solusi alternatif berikutnya adalah:
(6) Perlu kerja sama
dengan bank penerima setoran agar setoran bisa dilakukan lewat ATM, M-Banking,
dan Internet Banking, dengan menu isian (formulir) yang dirumuskan oleh Ditjen
Bimas Islam dan pihak bank;
(7) Perlu dibuat
pengkodean atau nomor induk tiap KUA, sehingga dengan menulis kode KUA, akan
mudah diketahui. Hal ini akan memudahkan penghitungan setoran setiap peristiwa
nikah pada setiap KUA di seluruh Indonesia;
(8) Perlu penertiban pencatatan nomor seri buku nikah pada setiap jenjang,
sehingga apabila terjadi kehilangan atau penyalahgunaan, akan mudah diketahui
dari mana buku nikah tersebut; (9) Perlu adanya supervisi secara berjenjang
terkait dengan pelayanan pernikahan, dari tingkat Pusat, Kanwil Kemenag
Provinsi, dan Kankemenag Kabupaten/Kota.